Kamis, 27 Mei 2010

APAKAH KURSUS DAN/ATAU CAMP MOTIVASI ADALAH JAWABAN YANG TEPAT UNTUK ANAK-ANAK KITA?



Dalam beberapa bulan terakhir ini, telah terjadi kabar yang menghebohkan di surat kabar local, termasuk keluhan dari orang tua di halaman Forum ‘Strait Times’, mengenai guru dengan sengaja tidak memberikan semua ilmunya di sekolah dengan tujuan untuk mendorong anak-anak mengambil pelajaran tambahan “diluar” seperti les ataupun juga camp motivasi.

Surat kabar ‘Sunday Times’ yang terkahir bahkan memberitakan tentang kekuatan industri les di rumah, mengenai satu orang guru yang mampu mengumpulkan sekitar $20.000 sebulan dari murid-muridnya.

Juga, saya percaya bahwa camp motivasi mungkin menggunakan bisnis ‘mengaum’, dilihat dari frekuensi iklan testimonial mereka yang sering muncul di koran-koran local, atau ini semua diharuskan oleh intensitas persaingan yang berlaku di pasar?

Saya harus menunjukan bahwa tidak ada yang salah dengan guru les dan/atau camp motivasi menjalankan kegiatan mereka.

Mereka pasti melakukan pekerjaan mereka dengan baik, kalau tidak mereka tidak akan mendapatkan banyak uang.

Jelas, dilihat dari iklan testimonial yang merajalela, orang tua sangat senang untuk memberikan kesaksian tentang hasil akademik anak mereka yang tampaknya meningkat.

Yang menarik, sebuah jajak pendapat baru-baru ini mengungkapkan bahwa, dari 100 siswa, 97 siswa memiliki beberapa bentuk pendidikan, baik di rumah ataupun di pusat pendidikan.

Sangat menyedihkan mendengar bahwa sistem sekolah kita saat ini telah mencapai keadaan seperti itu.

Apakah guru disekolah kita dibanjiri dengan beban kurikulum yang berlebihan dan jadwal kelas intensif yang diberlakukan oleh Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) mendorong anak-anak untuk mengambil pelajaran tambahan “diluar”?

Saya ingat, sekitar 15 tahun lalu, seorang pendidik pernah berkata kepada saya bahwa siswa kelas enam mempelajari 3 kali lipat informasi lebih banyak dibanding kakeknya

Saya rasa tingkat intensitas dari informasi seharusnya sudah meningkat tajam dalam konteks sekarang.

Pertanyaan saya: Apakah guru sekolah kita tetap mengajarkan materi atau pelajaran dengan cara yang sama?
Sebuah pertanyaan yang bagus: Apakah siswa-siswa kita tetap belajar materi atau pelajaran dengan cara yang sama seperti nenek moyang mereka?

Jika guru les memang menghasilkan banyak uang seperti yang diberitakan, dari sudut pandang pendidikan mereka pasti melakukan sesuatu yang benar.

Lagipula, sepengetahuan saya, kebanyakan orang tua tidak memiliki keraguan untuk membayar uang les.

Tidak dapatkah guru-guru sekolah kita belajar sesuatu yang berguna dari pengalaman sukses guru les tersebut?

Saya kenal dengan metode pengajaran yang sukses di camp. Para pengajarnya atau pelatih suksesnya sering menunjukan kepada siswa bahwa belajar itu menyenangkan, dan kemudian mengajarkan mereka tehnik-tehnik bagaimana cara belajar, dan juga bagaimana mempelajari materi yang berbeda-beda, selain ujian dan hal-hal penting lainnya.

Tidak dapatkah guru-guru sekolah kita mempelajari sesuatu yang baik dari para pengajar camp motivasi ini?

Singapore menyebutnya “Bimbingan Nasional”.

Banyak dilaporkan, siswa-siswa sekolah, didorong oleh kecemasan orang tua mereka, sering berlindung kepada semacam bimbingan/les atau camp motivasi karena mereka tidak dapat mengatasi kesulitan mereka dengan banyaknya pelajaran yang diajarkan disekolah.

Bahkan siswa yang paling berprestasi sekalipun juga berakhir dengan cara ini. Dapatkah anda bayangkan hal tersebut?

Salah satu orang tua yang marah bahkan telah mencap les atau lembaga pendidikan tambahan lainnya sebagai suatu hal yang tidak dapat dinegosiasikan lagi.

Ada beberapa laporan sebelumnya yang mengabarkan bahwa banyak orang tua bahkan membantu pekerjaan rumah anak-anaknya untuk meringankan beban berat yang dihadapi anak-anaknya.

Ketika waktu ujian tiba, para siswa sering bekerja keras sampai tengah malam, sementara orang tua mereka juga tidak kalah stress-nya, bahkan ada beberapa diantara mereka menjadi paranoid.

Rupanya, saya diberitahu bahwa penjualan merek Essence of Chicken, ginkgo biloba, penguat daya ingat, ditambah ramuan herbal lainnya juga sering mengalami kenaikan selama periode ujian sekolah.

Baru-baru ini, saya sangat sedih ketika membaca laporan bahwa orang tua benar-benar marah karena para siswa tetap masuk sekolah selama liburan sekolah bulan Juni untuk perbaikan nilai.

Liburan sekolah dimaksudkan merupakan waktu yang tepat untuk para siswa memiliki waktu santai, rekreasi serta pengembangan diri.

Tidak mengherankan, Institusi Kesehatan Mental di Singapura baru-baru ini melaporkan bahwa banyak pasien yang mendaftar adalah para siswa. Tentu saja, mungkin ada banyak alasan untuk perkembangan yang muncul ini, tapi saya rasa mengatasi stress disekolah tentu saja menjadi salah satu factor yang berkontribusi besar.

Analisis saya sendiri dari masalah ini adalah:
Banyak siswa kita yang belum mengetahui bagaimana cara belajar.

Hari ini, seorang siswa sekolah dasar harus berhadapan dengan 3 mata pelajaran di sekolah – matematika, ilmu pengetahuan alam dan ilmu pengetahuan social – selain bahasa, paling minimal.

Setelah menyelesaikan sekolah dasar, ia meneruskan ke sekolah menengah pertama, dimana ia harus berhadapan dengan 7 mata pelajaran di sekolah – Matematika dasar, matematika tambahan, geografi, sejarah, biologi, kimia, fisika – selain bahasa, paling minimum.

Seperti yang anda lihat, banyaknya jumlah mata pelajaran yang harus dipelajari menjadi dua kali lipat lebih banyak, dan bahkan saya tidak membicarakan mengenai perbandingan intensitas dan kompleksitas intelektual setiap pelajaran.

Salah satu contoh: pada pelajaran ‘Geografi’, saya pernah sekali menghitung bahwa setiap murid baru harus memahami sekitar 400 istilah teknis.

Pertanyaan saya:
Apakah para siswa sekarang masih belajar dengan cara yang sama?
Terdengar ‘Ya!’
Apakah guru anda masih mengajar dengan cara yang sama?
Kurang lebih, ‘Ya!’

Pada kenyataannya, semua siswa kurang mampu tahu tentang menghapal dan mengeluarkan kembali, tidak memperhitungan pekerjaan sekolah yang besar begitu juga pekerjaan rumah yang harus dihadapinya selama satu semester

Jangan lupa, siswa sekolah saat ini telah dibanjari dengan banyak gangguan external, seperti internet, handphone, dan peralatan modern lainnya.

Setiap kali saya bertanya pada siswa, secara acak di pelatihan saya, apa itu ‘belajar’? Mereka kebanyakan menunjukan muka kebingungan dan akan menjawab ‘proses pembelajaran’.

Saya kemudian menanyakan kembali, apa itu ‘proses pembelajaran’? kebanyakan akan menjawab yang sama ‘belajar’.

Jika setiap siswa memiliki kebingungan atau tidak tahu mengenai ide ‘belajar’, bagaimana kita mengharapkan mereka untuk ‘belajar’ dengan baik, ataupun ‘proses pembelajaran’.

[dari penelitian pribadi saya dan eksplorasi lapangan melalui proyek-proyek konsultasi dengan sekolah-sekolah dan siswa selama lebih dari dua decade, saya telah sampai pada kesimpulan bahwa ‘belajar’ dapat didefiniskan sebagai berikut ini:
- belajar untuk sebuah tujuan;
- mencapai potensi maksimum anda; &
- mempersiapkan diri anda untuk masa depan;
Secara operasional, ini merupakan kegiatan aktif, dinamik, proses sistematik

Hal ini membutuhkan partisipasi pribadi, kemandirian, dapat dipercaya dan penguasaan sebagai bagian dari siswa.

Sebagai proses sistematik, sebenarnya melibatkan sepuluh langkah (atau tahapan). Langkah atau tahapan ini mewujudkan apa yang saya sebut ‘Study Smart Process’.]
Itu hanya terlintas dipikiran saya:

Mengapa tidak semua sekolah menengah pertama, khususnya selama awal masa sekolah, mendedikasikan waktu katakanlah selama 1 minggu, contohnya pada minggu pertama di sekolah untuk semua murid kelas enam yang telah lulus, yang tampaknya membuat lompatan kuantum pada saat masuk sekolah menengah pertama, untuk “belajar bagaimana cara belajar atau pembelajaran”.

Jika guru-guru sekolah tidak tahu bagaimana harus melakukannya, kepala sekolahnya harus mengirimkan siswa-siswanya untuk menghadiri kelas pelatihan yang dibawakan oleh guru-guru dari lembaga pendidikan ternama dan/atau pengajar atau pelatih sukses dari camp motivasi.

Saya baru-baru ini membaca bahwa pemerintah Singapura menghabiskan 20% anggaran nasional untuk pendidikan. Dengan jumlah sekitar $8 miliar.

Dalam kompetisi internasional yang melibatkan matematika dan ilmu pengetahuan alam, para siswa di Singapura seringkali berada diperingkat teratas.

Pada kenyataannya, banyak dari buku pelajaran di Singapura yang berkaitan dengan matematika dan ilmu pengetahuan alam sering digunakan oleh sekolah dari negara lain, termasuk Amerika Serikat.

Singapura memang tanpa henti mengejar kemajuan dan keunggulan di sistem pendidikan, dan hal ini membuat iri banyak negara.

Jadi, di satu sisi, Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) telah melakukan pekerjaannya dengan baik, dan disisi lain, tampaknya ada beberapa masalah di system pendidikan kita, yang mana tanpa disadari menempatkan orang tua murid di Singapura, bersama dengan sekolah anak yang kurang mampu, ditempat yang tidak pasti untuk menghadapi dilemma yang tidak ada akhirnya mengenai les ataupun camp motivasi.

Yang menarik, seperti yang dilaporkan oleh surat kabar local, dan menilai dari banyaknya iklan testimoni dari camp motivasi, guru les, pengajar atau pelatih sukses, ternyata menghasilkan hasil akademik yang sangat baik dari siswa-siwa yang ikut berpartisipasi.

Yang terpenting,para siswa yang ikut berpartisipasi juga mendapatkan pengalaman hidup yang berharga untuk mengembangkan diri mereka sendiri agar mampu menuntun hidup mereka menjadi lebih maju lagi kedepannya.

Dari yang saya lihat, guru les dan pelatih sukses ini udah pasti menguasai dan menyampaikan tehnik-tehnik untuk mencapai akademik yang sukses kepada siswa-siswanya. Yang mengejutkan saya dari perkembangan ini adalah bagaimana guru-guru sekolah kita tidak ingin belajar dan memanfaatkan hal tersebut untuk membantu siswa-siswanya disekolah.

Sepemahaman saya dari track record iklan (di website), banyak sekolah dalam beberapa tahun ini mensponsori semacam camp motivasi bagi siswa-siswanya di tempat mereka.

Disisi lain, saya telah mencatat bahwa di pasaran, banyak sekali buku bagus, yang diterbitkan secara local dan/atau ditulis oleh penulis local, mengenai tehnik-tehnik mencapai akademik yang sukses bagi para siswa ataupun untuk para guru.

Saya akan menyebutkan beberapa:
- 'Secrets of Success: Singapore's Top O & A Level Students Reveal How They Got Their Super Scores', oleh H Sidhu;
- 'Breeze Through Exam: The Art of Passing with Flying Colours', oleh Dr Low Guat Tin;
- 'How to Get Good Grades & Still Keep Your Fabulous Reputation as a Cool Person', oleh Kris Bearss;
- '60 Strategies for Success in School: How to be a A Student & More!', oleh Ho Wai Luen;
- 'The Learning Roadmap: A Framework for Learning in the New Economy', oleh Lance Ng;
- 'I am Gifted, So Are You', oleh Adam Khoo;
- 'The Art of Studying: From School to University & Beyond' oleh Anthony Lee;
- 'Make Memory Work for You', oleh Dr Daniel Theyagu;
- 'Guide to Success in Studies Without Tears & Fears', oleh Dr Daniel Theyagu;
- 'Scholar's Secrets', oleh George Tan;
- 'Deeper than the Ocean', oleh Brian Caswell & David Chiem (foreign authors of the 'MindChamps' fame, but the book is published locally);
- 'The Joys & Pains of Growing Up', oleh Peter Lau;

[Catatan: Judul buku-buku local ini saya ambil dari koleksi pribadi saya. Dan saya senang dapat mendukung penulis local. Banyak dari para penulis dikenal sebagai pengajar yang handal. Buku-buku mereka memang ditargetkan bagi para siswa, tetapi mereka juga memberikan tips dan saran yang berharga bagi para guru. Saya rasa banyak buku yang saya sebutkan diatas sudah tidak diterbitkan lagi.]

Tentu saja, saya juga mencatat bahwa di pasaran, juga banyak sekali buku yang membahas tehnik sukses untuk akademik dari luar negeri khususnya Amerika dan Inggris. Salah satunya ditulis oleh penulis atau pengajar berstandart internasional seperti Eric Jensen, Bobbi dePorter, Tony Buzan, & Gordon Dryden.

[Baik Eric Jensen maupun Bobbi dePorter masing-masing telah menulis buku yang sangat luar biasa, yang berjudul, 'SuperTeaching' dan 'Quantum Teaching'.]

Coba dipikirkan, sudah tampak jelas bahwa guru sekolah kita dan juga Depdiknas sebenarnya memiliki banyak sumber daya yang siap dipakai untuk melengkapi pembelajaran langsung dari sumbernya.

Hal ini berkaitan dengan tehnik sukses akademik yang secara umum melibatkan segudang hal-hal potensial yang telah terbukti dapat membantu memotivasi siswa untuk bertanggung jawab, belajar efektif, siap menghadapi ujian dan menonjol di sekolah dan pada akhirnya dikehidupannya.

'Kemampuan belajar efektif', yang sering saya sebut 'hard skill', hanya salah satu bagian dari akademik yang sukses.

Pada kenyataannya, dalam akademik yang sukses juga harus didukung oleh 'soft skill' seperti membangun visi pribadi, mengembangkan kepercayaan diri, mampu mengatasi rasa takut, mengubah sistem kepercayaan dan menciptakan kepercayaan yan kuat, menghilangkan hal negative dalam diri, mengubah hubungan interpersonal (dengan keluarga,misalnya), dan membangun karakter pemimpin,

Dari bertahun-tahun pengalaman professional saya begitu juga dari observasi pribadi saya, ciri khas camp motivasi yang sukses terdapat pada pengenalan yang progresif dari ‘latihan ringan’, sebagai bagian dari para siswa yang berpartisipasi, melalui serangkaian peristiwa, dinamika kelompok dan unsur petualangan, kemudian diselingi oleh instruksi sistematik mengenai ‘latihan keras’.

Saya juga telah mencatat bahwa terobosan pribadi, pada siswa yang berpartisipasi dalam camp, sering datang dari pertemuan pada waktu yang tepat dari dua aliran yang disengaja, seperti sesi pembekalan dan latihan reflektif (journaling)

Biasanya, bagi siswa yang berpartisipasi dalam camp, sebuah terobosan pribadi selalu menyadarkan mereka secara tiba-tiba bahwa mereka memiliki kekuatan untuk memilih takdir mereka.

Dengan demikian, setelah para siswa yang berpartisipasi menyadari bahwa kekuatan yang fenomenal itu berasal dari dirinya, akan menjadi sangat mudah untuk memasukan ‘hard skill’ sebagai bagian dari kumpulan sumber daya mereka.

Untuk guru les, saya rasa mereka memainkan permainan bola yang sedikit berbeda dengan para siswa yang berpartisipasi dalam pengawasan mereka, mungkin mereka lebih berkonsentrasi pada ‘hard skill’, dan kemungkinan dosis kecil dari ‘soft skill’, tergantung dari kemampuan dan sumber daya mereka.

Pada postingan yang berikutnya, saya ingin membicarakan mengenai beberapa masalah umum siswa di sekolah dan juga dirumah.

Sebagai kesimpulan, saya hendak mengaitkan dan menggabungkan semua petunjuk dari informasi-informasi yang didapatkan menjadi satu, untuk menjawab pertanyaan di awal mengenai Apakah Kursus merupakan jalan keluar yang paling baik?

Salah satu pembaca blog saya, adalah seorang ibu dengan dua orang anak, yang baru-baru ini mengirimkan email kepada saya yang mengekspresikan pendapatnya mengenai system pendidikan di Singapura. Dia sangat yakin bahwa kursus atau les tambahan merupakan jalan keluar yang paling benar.

Dia juga mengaitkan pengalaman pribadinya yang dialami pada pertemuan orangtua dan guru dengan beberapa fakta yang dia dapatkan, seperti:
- kepala sekolah hanya tertarik pada nilai A+ dari murid-murid di sekolah;
- guru-guru di sekolah tidak tahu bagaimana untuk mengajar;

Pendapatnya tersebut juga saya temui dari hasil percakapan saya dengan beberapa orang tua.

Baiklah, saya akan menjelaskan lebih detail lagi.

Dengan tanpa mengurangi hormat saya, sangat jelas bagi saya bahwa kepala sekolah tidak begitu mengerti apa arti sebenarnya dari pendidikan. Mereka mungkin mempunyai keyakinan bahwa pendekatan yang harus dilakukan adalah pendekatan “isi terus murid-murid dengan pengetahuan”

Pendidikan (education) berasal dari bahasa Latin “educare” yang berarti “untuk menggambarkan” Sayangnya, menurut saya sekolah-sekolah lebih tertarik dengan mengisi banyak hal pada anak-anak kita.

Lebih parah lagi, guru-guru sekolah seringkali melakukan pengajaran mereka seperti upacara yang penuh dengan disiplin.

Tidak seperti trainer yang penuh inovasi dan pekerja keras ataupun pelatih sukses di camping motivasi, guru-guru tersebut tidak mengetahui caranya untuk membuat proses pembelajaran yang menyenangkan dan menggembirakan.

Untuk lebih gamblangnya lagi, guru sekolah kebanyakan tidak tahu bagaimana mengajarkan kepada murid-murid mengenai bagaimana caranya untuk belajar, dan yang lebih penting lagi, “bagaimana caranya untuk belajar dengan cepat!”.

Ijinkan saya untuk menjelaskan lebih detail.

Selama beberapa tahun saya telah melakukan beberapa survey secara acak diantara murid-murid untuk mendapatkan sebenarnya apa yang menjadi masalah terbesar yang mereka hadapi di sekolah, dengan pembelajaran dan juga di rumah.

Saya akan membagikan hasil dari survey yang telah saya lakukan berdasarkan masukan dari murid-murid:
1) kurangnya pengetahuan dalam hal visi dan tujuan hidup, menyebabkan kurangnya focus dalam proses pembelajaran;
2) kurangnya kepercayaan diri;
3) ketakutan pada hal yang tidak beralasan seperti kegagalan atau ketakutan dalam membuat kesalahan dan gagal dalam ujian dan tidak dapat mencapai sesuatu yang diinginkan oleh mama dan papa;
4) kurangnya kemampuan dalam belajar yang efektif;
5) terlalu banyak berasumsi pada hal yang terjadi di sekeliling mereka;
6) masalah hubungan pribadi, termasuk di dalamnya keluarga, saudara, guru, dan teman atau kekasih;
7) terlalu banyak ganguan dari luar, terutama keadaan globalisasi;
8) terlalu banyak PR dan atau tugas2 sekolah;
9) kecanduan computer dan video games & kenyamanan teknologi lainnya;
10) guru yang membosankan, yang mengakibatkan tidak mengerti apa yang sebenarnya mereka ocehkan di depan kelas;

Dan lebih menarik lagi, saya juga mengadakan survey secara acak pada ekspektasi dari orangtua mereka, dengan menitikberatkan pada apa yang mereka inginkan untuk anak mereka kembangkan.

Berikut ini adalah hasilnya:
1) memiliki keinginan untuk menjadi yang terbaik;
2) memiliki rasa bertanggung jawab;
3) mengurangi kebiasaan buruk mereka seperti terlalu banyak bermimpi, selalu menggunakan telepon, malas, tidak beraturan, banyak banget ganguan, dsb;
4) lebih menghargai dan kurangi mengeluh;
5) lebih disiplin dalam hal waktu;
6) berani untuk mengutarakan pendapat dan berkomunikasi lebih baik dengan orang tua dan juga saudara kandung;
7) meningkat dalam nilai;

Berdasarkan pengalaman professional saya, saya mengambil kesimpulan bahwa kita harus mengatasi keempat masalah utama seperti
– kurangnya visi atau tujuan hidup;
- kurangnya kepercayaan diri;
- takut akan gagal; &
- kurangnya kemampuan;

[kesimpulan: tiga masalah pertama = soft skill; yang terakhir = hard skill], diantara semua masalah yang dihadapi oleh murid-murid termasuk keseluruhan ekspektasi dari orang tua.

Dan kenyataannya, ini adalah pendekatan yang taktis dari trainer atau pelatih sukses di semua penyelenggaraan camp motivasi. Sekedar tambahan setelah saya melihat sekilas dari website mereka.

Saya sangat terkejut mengetahui bahwa sekolah, atau lebih spesifik lagi kepala sekolah dan guru-guru sekolah, tidak menyadari hasil yang diakibatkan dari bentuk pengajaran yang mereka lakukan.

Dari sudut pandang saya, apa yang dapat dilakukan oleh para trainer dan juga pelatih yang sukses, saya percaya dapat juga dilakukan oleh kepala sekolah dan guru-guru kita bahkan bisa lebih baik mengingat kemampuan dari guru-guru dan kepala sekolah tersebut sama kompetennya dengan kementrian kita.

Sekarang, ijinkan saya untuk mengajak para pembaca untuk melihat masalah yang dihadapi anak-anak di kelas.

Menurut saya, masalah terbesar mereka bukanlah menaruh perhatian di kelas pada saat guru mereka mengenalkan atau menjelaskan pelajaran baru atau mengeksplorasi konsep yang baru.

Tentu saja mereka akan mengatakan bahwa guru mereka membosankan, sebagai alasan yang paling mudah karena mereka tidak menaruh perhatian.

Dan juga hampir sebagian besar dari para murid tidak mempersiapkan diri mereka dengan baik sebelum mereka masuk kelas. Yang lebih penting lagi, mereka tidak melakukan tugas yang diminta oleh guru-guru mereka.

Makanya kenapa di kelas, mereka tidak dapat mengikuti pelajaran dengan baik karena otak mereka tidak bisa “nyambung” dengan apa yang dikatakan oleh guru di kelas.

Proses pembelajaran bisa berjalan dengan baik dan benar apabila otak dari murid-murid siap untuk dipergunakan, misalnya: secara mental mereka dapat mengerti apa yang dikatakan oleh guru di kelas, dengan berbekal pengetahuan yang sudah mereka ketahui sebelumnya tentang subjek yang sedang dibicarakan oleh guru mereka.

Saya menyebutnya “pengetahuan awal” Para psikolog menyebutnya “skema”.

Seringkali, pada saat murid-murid sudah mengerjakan tugas membaca yang diberikan oleh guru mereka sebelum kelas dimulai, murid-murid dapat dengan mudahnya menerima materi yang disampaikan oleh guru-guru di kelas.

Walaupun murid-murid tidak mengerti sepenuhnya hal yang dibaca oleh mereka sehari sebelumnya, namun pada saat guru menjelaskan di kelas, setidaknya mereka masih bisa mengikuti karena sudah ada gambaran dari proses pembacaan mereka sebelumnya.

Bahkan murid-murid bisa menjadi lebih mengerti materi yang sebelumnya tidak mereka mengerti pada saat sebelumnya ditugaskan oleh gurunya.

Jika kita mengkaji proses “pengetahuan awal” sebenarnya seperti lenasa yang dipakai oleh murid-murid untuk dapat melihat dan menyerab informasi-informasi yang baru.

Menurut pengalaman saya, murid-murid akan dapat belajar lebih efektif pada saat mereka telah mengetahui tentang materi yang akan mereka pelajar.

Arsitek Richard Saul Wurman mengatakan:
"Kamu bisa mempelajari sesuatu yang ada kaitannya dengan yang kau ketahui sebelumnya."
(Biasanya ini juga dikenal dengan hukum Richard Saul Wurman)

Walaupun begitu, ini hanyalah sebagian kecil dari persamaan yang saya berikan.

Aspek lain yang sangat berpengaruh adalah mengerti apa yang diajarkan oleh guru di kelas.

Para ahli menyebut hal ini “pengertian aktif”.

Setiap kali saya bertanya kepada murid-murid “apa yang kalian maksud dengan ‘mengerti sebuah konsep’?”, saya selalu terkesima melihat ekspresi dari murid-murid tersebut.

Saya menyebutnya “acid test for understanding”.

Hasil analisa saya adalah: dalam kesempatan pertama, pada saat murid yang tidak mengerti tentang apa yang mereka pelajari di kelas, mereka seringkali mengalami masalah yang tak terhindarkan pada saat mengerjakan tugas rumah atau pada saat mengikuti pelajaran di kelas.

Hal ini dikarenakan hampir sebagian besar pelajaran di sekolah biasanya saling berkaitan satu sama lain. Dengan kata lain, murid-murid harus mengerti konsep dasar terlebih dahulu sebelum melanjutkan ke tingkatan yang lebih tinggi.

Yang lebih parahnya lagi, pada saat ujian tiba dan belum lagi ketegangan yang mengiringinya dan waktu yang sedemikian padatnya, proses membaca kembali pelajaran-pelajaran sekolah menjadikan murid-murid menjadi semakin panik.

Disaat inilah biasanya murid yang cerdas akan melakukan beberapa hal seperti:
- mereka melakukan apa yang diminta oleh guru mereka untuk lebih banyak membaca;
- mereka memberikan perhatian penuh pada saat pelajaran di kelas;
- mereka menanyakan pertanyaan-pertanyaan yang mereka tidak mengerti;
- mereka mengerti secara jelas apa yang mereka pelajari di kelas;
- mereka mengerjakan tugas-tugas dari sekolah di rumah;
- dan yang paling penting mereka bisa melewati ujian, walaupun mereka tidak terlihat belajar pada saat ujian;

Saya yakin bahwa anda semua adalah pelajar yang cerdas.

Saya percaya bahwa guru-guru kursus telah menemukan jalan keluar praktis untuk masalah-masalah yang dihadapi oleh para pelajar mereka.

Dari pengamatan pribadi saya, mereka berusaha keras untuk memastikan murid-murid mereka benar-benar mengerti apa yang mereka pelajari selama proses pembelajaran di tempat kursus.

Kemudian mereka akan membagikan tehnik-tehnik untuk mengingat ke murid-murid mereka dan melanjutkannya dengan latihan yang sebanyak-banyaknya untuk membuat proses pembelajaran semakin membaik lagi untuk murid-murid mereka.

Mengerjakan tugas-tugas ujian atau soal-soal ujian yang telah lewat merupakan bagian dari pembelajaran di tempat kursus.

Begitu juga yang terjadi pada beberapa camp motivasi, mereka juga mengajarkan “kunci-kunci untuk belajar lebih efektif”

Tanpa minat dan rasa penasaran dari diri murid-murid, proses pembelajaran kadang menjadi beban dan hal yang sulit untuk dilakukan.

Oleh karenanya trainer atau pelatih yang sukses di camp motivasi dan juga guru-guru kursus selalu membuat proses pembelajaran yang menyenangkan dan memicu keingintahuan dari murid-murid atau peserta yang mengikuti program mereka.

Yang terbaik dari segalanya adalah pada saat mengikuti camp motivasi, para pelatihnya selalu tahu kapan dan bagaimana menceritakan pengalaman-pengalaman yang luar biasa dari tokoh-tokoh terkenal yang ternyata sangat membantu untuk membuat anak-anak menjadi tertarik dan sangat penasaran dengan hal tersebut yang tanpa disadari memancing keluarnya kreatifitas dan imaginasi dari para peserta.

Pertanyaan saya adalah: Mengapa sekolah tidak dapat melakukan hal yang sama seperti itu? Sebenarnya itu bukanlah hal yang sulit!

Hal tersebut bukanlah sesuatu yang sulit dilakukan! Richard Saul Wurman mengatakan bahwa:
"Proses pembelajaran seringkali diasumsikan sebagai proses pengeunpulan informasi, tapi sebelum hal tersebut bisa berjalan dengan baik, haruslah diawali dengan munculnya ketertarikan; rasa ketertarikan itu dapat menyebar ke seluruh aktivitas pembelajaran. Supaya murid-murid bisa menangkap dan mengingat pengetahuan yang baru, ini haruslah diawali dengan munculnya rasa keingintahuan."

Apa yang telah saya jabarkan selama ini adalah pentingnya mengadaptasi metode yang dipakai oleh para trainer dan pelatih sukses di pelatihan motivasi dan tempat-tempat kursus lainnya untuk diadaptasi di sekolah.

Dengan kata lain, “hard skill” haruslah dilengkapi dengan “soft skill” demi keberhasilan proses pembelajaran di sekolah untuk murid-murid kita.

Saya sangat menghargai segala usaha yang dilakukan oleh guru-guru sekolah, dimana mereka harus menghadapi 30-40 murid dalam satu kelas.

Dengan segudang kurikulum dan jadwal pembelajaran di kelas yang sedemikian padatnya, bagaimana anda bisa mengharapkan mereka untuk bersenang-senang dalam mengajar?

Saya percaya kementerian dan juga sekolah perlu melakukan beberapa perubahan di sana sini untuk kebaikan semua.

Saya percaya bahwa apa yang telah dilakukan oleh para trainer dan pelatih sukses di camp-camp motivasi dan juga tempat-tempat kursus dapat diterapkan oleh guru-guru di sekolah bahkan dengan hasil yang lebih baik lagi.

Sampai saat itu tiba, saya mau menjawab pertanyaan utama dari artikel ini, jawabannya adalah IYA.

Dalam kenyataannya, saya melihat ini adalah tawaran tambahan untuk para orang tua atau wakil dari anak-anak, mengingat system pendidikan di Singapura saat ini.

[Originally written as a 5-part blog-post in the ‘Optimum Performance Technologies’ weblog by Lee Say Keng, Knowledge Adventurer & Technology Explorer, Optimum Performance Technologies, Singapore, June 2007. Translated by Superbrain Indonesia.]